Yogyakarta – Gunung Lawu via Cetho, Gumeng, Kec. Jenawi, Kab. Karanganyar, Jawa Tengah. Pada 17–20 Juni 2025, Mapala AGNY melaksanakan Kegiatan Pendakian Slayer Angkatan XXVIII dengan lancar dan penuh semangat. Selama empat hari pendakian, mulai dari tanggal 17 hingga 20 Juni 2025, para peserta menempuh jalur Cetho sebagai rute utama menuju Puncak Gunung Lawu.
Pendakian slayer ini merupakan kegiatan wajib bagi anggota muda sebagai syarat pengambilan nomor anggota dan simbolisasi perubahan status keanggotan. Dalam tradisinya, peserta yang telah menyelesaikan pendakian ini akan mengganti slayer mereka dari warna oranye menjadi ungu, yang menandakan bahwa mereka telah menjadi anggota penuh dan berhasil menyelesaikan rangkaian pendidikan lanjutan.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, manajemen waktu dalam pendakian kali ini mengalami perubahan yang signifikan. Jika biasanya para pendaki menempuh pendakian dalam waktu dua hari satu malam, kali ini mereka melaksanakannya selama tiga hari satu malam. Keputusan tersebut terbukti tepat, karena waktu tempuh pendakian justru menjadi lebih efisien. Dengan waktu istirahat yang cukup, peserta mampu melakukan perjalanan naik dan turun gunung dengan lebih cepat dan dalam kondisi prima.
Ketua Umum Mapala AGNY, Ika Wijayanti, menyampaikan bahwa pendakian Slayer kali ini berjalan dengan baik. Ia membandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, manajemen waktu kali ini sedikit berbeda. Biasanya mereka menempuh perjalanan selama dua hari satu malam. Namun, karena mendapat waktu istirahat yang cukup, meskipun durasi harinya lebih lama, mereka justru mampu menyelesaikan perjalanan naik dan turun gunung lebih cepat dari biasanya.
Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang pembuktian fisik dan mental. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi momen sakral yang mempererat solidaritas dan jiwa korsa antaranggota. Dengan semangat kebersamaan, para peserta berhasil menuntaskan pendakian hingga ke puncak. Mereka membawa pulang bukan hanya slayer ungu, tetapi juga semangat baru, wawasan, dan pengalaman berharga yang tak ternilai.
Reporter : Shelmita Putri Anjani